Pemerintah Harus Hati-hati Terima Pinjaman Bank Dunia

04-06-2018 / KOMISI XI
Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan, foto : arief/hr

 

 

Bank Dunia mengucurkan pinjaman sebesar 300 juta dolar Amerika Serikat (AS) kepada Pemerintah Indonesia untuk membangun sektor pariwisata. Pinjaman itu harus disikapi dengan hati-hati, mengingat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih dibebani pembayaran jatuh tempo utang sangat besar.

 

“Pada 2018 ini saja sebesar Rp390 triliun, di 2019 mencapai sekitar Rp420 triliun. Pada kondisi seperti ini, tentu opsi membuka pinjaman harus ekstra hati-hati. Pengelolaan pinjaman harus produktif. Artinya, pinjaman harus mampu memberi feedback yang berarti terhadap perekonomian, dampaknya terhadap pembukaan lapangan kerja baru,” kata Anggota Komisi XI DPR RI Heri Gunawan saat dimintai komentarnya lewat sambungan telepon, Senin (4/6/2018).

 

Menurut Heri, sejak tahun 2016, sektor pariwisata telah menjadi sumber pemasukan devisa terbesar kedua setelah Crude Palm Oil (CPO). Bahkan, diperkirakan pada 2019 sudah mengalahkan pemasukan devisa dari industri kelapa sawit (CPO) itu. Saat ini, pemerintah sendiri sedang gencar mempromosikan 10 destinasi wisata baru kepada masyarakat luas. Pengembangan 10 destinasi ini butuh investasi besar, sehingga daya saingnya bisa lebih tinggi lagi.

 

Pengembangan destinasi pariwisata, sambung Anggota F-Gerindra ini, mestinya bisa lebih luas hingga ke Indonesia bagian timur. “Kita harus akui, sektor pariwisata ini kalau meminjam ke perbankan, ekuitasnya mesti tinggi, karena cashflow untuk membayar bunga itu terbatas sekali dan dalam jangka pendek. Biasanya ekuitas yang diminta di atas 40 persen, karena kemampuan membayar dari pembayaran khususnya kamar hotel, akan dibandingkan dengan biaya konstruksi,” jelasnya.

 

Membangaun destinasi wisata berarti bersentuhan dengan sektor-sektor lainnya. Di sinilah koordinasi menjadi keniscayaan. Koordinasi sekali lagi selalu menjadi titik lemah, sehingga kerap menimbulkan birokrasi yang rumit. Akhirnya, pariwisata pun dikelola seadanya. Ditegaskan Heri, bila opsi pinjaman dari Bank Dunia tak bisa dihindari, maka pinjaman tersebut harus disambut dengan master plan atau roadmap yang bagus, termasuk reformasi birokrasinya.

 

Master plan itu harus memuat dampaknya terhadap tenaga kerja lokal, peningkatan SDM yang lebih profesional, pembukaan lapangan kerja baru, hingga proyeksi pemasukan sumber devisa yang lebih besar dan kontribusi dalam neraca pembayaran,” tutup politisi dari dapil Jabar IV ini. (mh/sf)

BERITA TERKAIT
Fathi Apresiasi Keberhasilan Indonesia Bergabung dalam BRICS, Sebut Langkah Strategis untuk Perekonomian Nasional
08-01-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Fathi, menyampaikan apresiasi atas pengumuman resmi yang menyatakan Indonesia sebagai anggota penuh...
Perusahaan Retail Terlanjur Pungut PPN 12 Persen, Komisi XI Rencanakan Panggil Kemenkeu
05-01-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta – Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun menegaskan pihaknya dalam waktu dekat akan memanggil jajaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu)...
Edukasi Pasar Modal Sejak Dini Dapat Meningkatkan Literasi Keuangan Generasi Muda
04-01-2025 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI Fathi menyambut baik usulan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menginginkan edukasi...
Anis Byarwati Apresiasi Program Quick Win Prabowo: Potensi Kebocoran Anggaran Harus Diminimalisasi
25-12-2024 / KOMISI XI
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati, menyatakan apresiasi dan dukungannya terhadap komitmen Presiden Prabowo untuk menjadikan...